Teater Tradisional
Kasim Achmad dalam
bukunya Mengenal Teater Tradisional
di Indonesia (2006)
mengatakan, sejarah teater tradisional di Indonesia dimulai sejak sebelum Zaman
Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda bahwa unsur-unsur teater tradisional
banyak digunakan untuk mendukung upacara ritual. Teater tradisional merupakan
bagian dari suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata
cara kehidupan masyarakat kita. Pada saat itu, yang disebut “teater”,
sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan suatu bentuk
kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara,
unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari
spontanitas rakyat dalam masyarakat lingkungannya.
Proses terjadinya
atau munculnya teater tradisional di Indonesia sangat bervariasi dari satu
daerah dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk
teater tradisional itu berbeda- beda, tergantung kondisi dan sikap budaya
masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater tradisional lahir. Berikut ini
disajikan beberapa bentuk teater tradisional yang ada di daerah-daerah di
Indonesia.
Wayang
Wayang merupakan
suatu bentuk teater tradisional yang sangat tua, dan dapat ditelusuri bagaimana
asal muasalnya. Dalam menelusuri sejak kapan ada pertunjukan wayang di Jawa,
dapat kita temukan berbagai prasasti pada Zaman Raja Jawa, antara lain pada
masa Raja Balitung. Pada masa pemerintahan Raja Balitung, telah ada petunjuk
adanya pertunjukan Wayang seperti yang terdapat pada Prasasti Balitung dengan
tahun 907 Masehi. Prasasti tersebut mewartakan bahwa pada saat itu telah
dikenal adanya pertunjukan wayang. Petunjuk semacam itu juga
ditemukan dalam sebuah kakawin Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa, pada
Zaman Raja Airlangga dalam abad ke-11. Oleh karenanya pertunjukan wayang
dianggap kesenian tradisi yang sangat tua. Sedangkan bentuk wayang pada zaman
itu belum jelas tergambar model pementasannya. Awal mula adanya wayang, yaitu
saat Prabu Jayabaya bertakhta di Mamonang pada tahun 930. Sang Prabu ingin
mengabadikan wajah para leluhurnya dalam bentuk gambar yang kemudian dinamakan
Wayang Purwa. Dalam gambaran itu diinginkan wajah para dewa dan manusia Zaman
Purba. Pada mulanya hanya digambar di dalam rontal (daun tal). Orang sering menyebutnya daun lontar. Kemudian
berkembang menjadi wayang kulit sebagaimana dikenal sekarang.
Wayang Wong (wayang orang)
Wayang Wong dalam
bahasa Indonesia artinya wayang orang, yaitu pertunjukan wayang kulit, tetapi
dimainkan oleh orang. Wayang wong adalah bentuk teater tradisional Jawa yang
berasal dari Wayang Kulit yang dipertunjukan dalam bentuk berbeda: dimainkan
oleh orang, lengkap dengan menari dan menyanyi, seperti pada umumnya teater
tradisional dan tidak memakai topeng. Pertunjukan wayang orang terdapat di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan di Jawa Barat ada juga pertunjukan wayang
orang (terutama di Cirebon) tetapi tidak begitu populer. Lahirnya Wayang Orang,
dapat diduga dari keinginan para seniman untuk keperluan pengembangan wujud
bentuk Wayang Kulit yang dapat dimainkan oleh orang. Wayang yang dipertunjukan
dengan orang sebagai wujud dari wayang kulit -hingga tidak muncul dalang yang
memainkan, tetapi dapat dilakukan oleh para pemainnya sendiri. Sedangkan wujud
pergelarannya berbentuk drama, tari dan musik. Wayang orang dapat dikatakan
masuk kelompok seni teater tradisional, karena tokoh-tokoh dalam cerita
dimainkan oleh para pelaku (pemain). Sang Dalang bertindak sebagai pengatur
laku dan tidak muncul dalam pertunjukan. Di Madura, terdapat pertunjukan wayang orang
yang agak berbeda, karena masih menggunakan topeng dan menggunakan dalang
seperti pada wayang kulit. Sang dalang masih terlihat meskipun tidak
seperti dalam pertunjukan wayang kulit. Sang Dalang ditempatkan dibalik layar
penyekat dengan diberi lubang untuk mengikuti gerak pemain di depan layar
penyekat. Sang Dalang masih mendalang dalam pengertian semua ucapan pemain dilakukan oleh Sang
Dalang karena para pemain memakai topeng. Para pemain di sini hanya menggerak-
gerakan badan atau tangan untuk mengimbangi ucapan yang dilakukan oleh Sang
Dalang. Para pemain harus pandai menari. Pertunjukan ini di Madura dinamakan
topeng dalang. Semua pemain
topeng dalang memakai topeng dan para pemain tidak mengucapkan dialog.
Makyong
Makyong merupakan suatu jenis teater
tradisional yang bersifat kerakyatan. Makyong yang paling tua terdapat di pulau
Mantang, salah satu pulau di daerah Riau. Pada mulanya kesenian Makyong berupa
tarian joget atau ronggeng. Dalam perkembangannya kemudian dimainkan dengan
cerita-cerita rakyat, legenda dan juga cerita-cerita kerajaan. Makyong juga
digemari oleh para bangsawan dan sultan- sultan, hingga sering dipentaskan di
istana-istana. Bentuk teater rakyat makyong tak ubahnya sebagai teater rakyat Madura dinamakan
topeng dalang. Semua pemain topeng dalang memakai
topeng dan para pemain tidak mengucapkan dialog. umumnya, dipertunjukkan dengan
menggunakan media ungkap tarian, nyanyian, laku, dan dialog dengan membawa
cerita-cerita rakyat yang sangat populer di daerahnya. Cerita-cerita rakyat
tersebut bersumber pada sastra lisan Melayu. Daerah Riau merupakan sumber dari
bahasa Melayu Lama. Ada dugaan bahwa sumber dan akar Makyong berasal dari
daerah Riau, kemudian berkembang dengan baik di daerah lain. Pementasan makyong
selalu diawali dengan bunyi tabuhan yang dipukul bertalu-talu sebagai tanda
bahwa ada pertunjukan makyong dan akan segera dimulai. Setelah penonton
berkumpul, kemudian seorang pawang (sesepuh dalam kelompok makyong) tampil ke
tempat pertunjukan melakukan persyaratan sebelum pertunjukan dimulai yang
dinamakan upacara buang bahasa atau upacara membuka tanah dan berdoa
untuk memohon agar pertunjukan dapat berjalan lancar.
Randai
Randai merupakan suatu bentuk teater
tradisional yang bersifat kerakyatan yang terdapat di daerah Minangkabau,
Sumatera Barat. Sampai saat ini, randai masih hidup dan bahkan berkembang serta
masih digemari oleh masyarakatnya, terutama di daerah pedesaan atau
dikampung-kampung. Teater tradisional di Minangkabau bertolak dari sastra
lisan. begitu juga Randai bertolak dari sastra lisan yang disebut “kaba” (dapat
diartikan sebagai cerita). Bakaba artinya
bercerita.
Ada dua unsur pokok yang menjadi dasar Randai, yaitu.
• Pertama, unsur penceritaan. Cerita yang disajikan
adalah kaba, dan disampaikan lewat gurindam, dendang dan lagu. Sering diiringi
oleh alat musik tradisional Minang, yaitu salung, rebab, bansi, rebana atau
yang lainnya, dan juga lewat dialog.
• Kedua, unsur laku dan gerak, atau tari, yang dibawakan
melalui galombang. Gerak tari
yang digunakan bertolak dari gerak-gerak silat tradisi Minangkabau, dengan
berbagai variasinya dalam kaitannya dengan gaya silat di masing- masing daerah.
Mamanda
Daerah Kalimantan Selatan mempunyai
cukup banyak jenis kesenian antara lain yang paling populer adalah Mamanda,
yang merupakan teater tradisional yang bersifat kerakyatan, yang orang sering
menyebutnya sebagai teater rakyat. Pada tahun 1897 datang ke Banjarmasin suatu
rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka yang lebih dikenal dengan Komidi Indra
Bangsawan. Pengaruh Komidi Bangsawan ini sangat besar terhadap perkembangan
teater tradisional di Kalimantan Selatan. Sebelum Mamanda lahir, telah ada
suatu bentuk teater rakyat yang dinamakan Bada Moeloek, atau dari kata Ba
Abdoel Moeloek. Nama teater tersebut berasal dari judul cerita yaitu Abdoel
Moeloek karangan Saleha.