Sabtu, 11 Mei 2013

Sejarah Teater Indonesia




Teater Tradisional

Kasim Achmad dalam bukunya Mengenal Teater Tradisional di Indonesia (2006) mengatakan, sejarah teater tradisional di Indonesia dimulai sejak sebelum Zaman Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda bahwa unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan untuk mendukung upacara ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara kehidupan masyarakat kita. Pada saat itu, yang disebut “teater”, sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan suatu bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara, unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat dalam masyarakat lingkungannya.
Proses terjadinya atau munculnya teater tradisional di Indonesia sangat bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu berbeda- beda, tergantung kondisi dan sikap budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater tradisional lahir. Berikut ini disajikan beberapa bentuk teater tradisional yang ada di daerah-daerah di Indonesia.

Wayang
Wayang merupakan suatu bentuk teater tradisional yang sangat tua, dan dapat ditelusuri bagaimana asal muasalnya. Dalam menelusuri sejak kapan ada pertunjukan wayang di Jawa, dapat kita temukan berbagai prasasti pada Zaman Raja Jawa, antara lain pada masa Raja Balitung. Pada masa pemerintahan Raja Balitung, telah ada petunjuk adanya pertunjukan Wayang seperti yang terdapat pada Prasasti Balitung dengan tahun 907 Masehi. Prasasti tersebut mewartakan bahwa pada saat itu telah dikenal adanya pertunjukan wayang. Petunjuk semacam itu juga ditemukan dalam sebuah kakawin Arjunawiwaha karya Mpu Kanwapada Zaman Raja Airlangga dalam abad ke-11. Oleh karenanya pertunjukan wayang dianggap kesenian tradisi yang sangat tua. Sedangkan bentuk wayang pada zaman itu belum jelas tergambar model pementasannya. Awal mula adanya wayang, yaitu saat Prabu Jayabaya bertakhta di Mamonang pada tahun 930. Sang Prabu ingin mengabadikan wajah para leluhurnya dalam bentuk gambar yang kemudian dinamakan Wayang Purwa. Dalam gambaran itu diinginkan wajah para dewa dan manusia Zaman Purba. Pada mulanya hanya digambar di dalam rontal (daun tal). Orang sering menyebutnya daun lontar. Kemudian berkembang menjadi wayang kulit sebagaimana dikenal sekarang.

Wayang Wong (wayang orang)
Wayang Wong dalam bahasa Indonesia artinya wayang orang, yaitu pertunjukan wayang kulit, tetapi dimainkan oleh orang. Wayang wong adalah bentuk teater tradisional Jawa yang berasal dari Wayang Kulit yang dipertunjukan dalam bentuk berbeda: dimainkan oleh orang, lengkap dengan menari dan menyanyi, seperti pada umumnya teater tradisional dan tidak memakai topeng. Pertunjukan wayang orang terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan di Jawa Barat ada juga pertunjukan wayang orang (terutama di Cirebon) tetapi tidak begitu populer. Lahirnya Wayang Orang, dapat diduga dari keinginan para seniman untuk keperluan pengembangan wujud bentuk Wayang Kulit yang dapat dimainkan oleh orang. Wayang yang dipertunjukan dengan orang sebagai wujud dari wayang kulit -hingga tidak muncul dalang yang memainkan, tetapi dapat dilakukan oleh para pemainnya sendiri. Sedangkan wujud pergelarannya berbentuk drama, tari dan musik. Wayang orang dapat dikatakan masuk kelompok seni teater tradisional, karena tokoh-tokoh dalam cerita dimainkan oleh para pelaku (pemain). Sang Dalang bertindak sebagai pengatur laku dan tidak muncul dalam pertunjukan. Di Madura, terdapat pertunjukan wayang orang yang agak berbeda, karena masih menggunakan topeng dan menggunakan dalang seperti pada wayang kulit. Sang dalang masih terlihat meskipun tidak seperti dalam pertunjukan wayang kulit. Sang Dalang ditempatkan dibalik layar penyekat dengan diberi lubang untuk mengikuti gerak pemain di depan layar penyekat. Sang Dalang masih mendalang dalam pengertian semua ucapan pemain dilakukan oleh Sang Dalang karena para pemain memakai topeng. Para pemain di sini hanya menggerak- gerakan badan atau tangan untuk mengimbangi ucapan yang dilakukan oleh Sang Dalang. Para pemain harus pandai menari. Pertunjukan ini di Madura dinamakan topeng dalangSemua pemain topeng dalang memakai topeng dan para pemain tidak mengucapkan dialog.


 Makyong
Makyong merupakan suatu jenis teater tradisional yang bersifat kerakyatan. Makyong yang paling tua terdapat di pulau Mantang, salah satu pulau di daerah Riau. Pada mulanya kesenian Makyong berupa tarian joget atau ronggeng. Dalam perkembangannya kemudian dimainkan dengan cerita-cerita rakyat, legenda dan juga cerita-cerita kerajaan. Makyong juga digemari oleh para bangsawan dan sultan- sultan, hingga sering dipentaskan di istana-istana. Bentuk teater rakyat makyong tak ubahnya sebagai teater rakyat Madura dinamakan topeng dalang. Semua pemain topeng dalang memakai topeng dan para pemain tidak mengucapkan dialog. umumnya, dipertunjukkan dengan menggunakan media ungkap tarian, nyanyian, laku, dan dialog dengan membawa cerita-cerita rakyat yang sangat populer di daerahnya. Cerita-cerita rakyat tersebut bersumber pada sastra lisan Melayu. Daerah Riau merupakan sumber dari bahasa Melayu Lama. Ada dugaan bahwa sumber dan akar Makyong berasal dari daerah Riau, kemudian berkembang dengan baik di daerah lain. Pementasan makyong selalu diawali dengan bunyi tabuhan yang dipukul bertalu-talu sebagai tanda bahwa ada pertunjukan makyong dan akan segera dimulai. Setelah penonton berkumpul, kemudian seorang pawang (sesepuh dalam kelompok makyong) tampil ke tempat pertunjukan melakukan persyaratan sebelum pertunjukan dimulai yang dinamakan upacara buang bahasa atau upacara membuka tanah dan berdoa untuk memohon agar pertunjukan dapat berjalan lancar.

Randai         
Randai merupakan suatu bentuk teater tradisional yang bersifat kerakyatan yang terdapat di daerah Minangkabau, Sumatera Barat. Sampai saat ini, randai masih hidup dan bahkan berkembang serta masih digemari oleh masyarakatnya, terutama di daerah pedesaan atau dikampung-kampung. Teater tradisional di Minangkabau bertolak dari sastra lisan. begitu juga Randai bertolak dari sastra lisan yang disebut “kaba” (dapat diartikan sebagai cerita). Bakaba artinya bercerita.
Ada dua unsur pokok yang menjadi dasar Randai, yaitu.
• Pertama, unsur penceritaan. Cerita yang disajikan adalah kaba, dan disampaikan lewat gurindam, dendang dan lagu. Sering diiringi oleh alat musik tradisional Minang, yaitu salung, rebab, bansi, rebana atau yang lainnya, dan juga lewat dialog.
• Kedua, unsur laku dan gerak, atau tari, yang dibawakan melalui galombang. Gerak tari yang digunakan bertolak dari gerak-gerak silat tradisi Minangkabau, dengan berbagai variasinya dalam kaitannya dengan gaya silat di masing- masing daerah.
                    
Mamanda
Daerah Kalimantan Selatan mempunyai cukup banyak jenis kesenian antara lain yang paling populer adalah Mamanda, yang merupakan teater tradisional yang bersifat kerakyatan, yang orang sering menyebutnya sebagai teater rakyat. Pada tahun 1897 datang ke Banjarmasin suatu rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka yang lebih dikenal dengan Komidi Indra Bangsawan. Pengaruh Komidi Bangsawan ini sangat besar terhadap perkembangan teater tradisional di Kalimantan Selatan. Sebelum Mamanda lahir, telah ada suatu bentuk teater rakyat yang dinamakan Bada Moeloek, atau dari kata Ba Abdoel Moeloek. Nama teater tersebut berasal dari judul cerita yaitu Abdoel Moeloek karangan Saleha.

Jumat, 10 Mei 2013

Petualangan yang mengasyikan di Seni Peran


Bagi saya seni peran adalah sebuah petualangan yang menantang. Setiap perjalanan diproses pertunjukan merupakan petualangan yang membuat saya ingin terus mencoba lagi dan lagi. Bagaimana saya bisa melompat dari masa kini ke masa ke masa lampau dan masa depan bahkan ke masa yang entah dimana. Seni peran juga menbuat saya mampu membelah diri menjadi manusia yang sangat berbeda dengan diri saya bahkan menjadi sesuatu yang entah apa namanya.
Sebuah petualangan akan lebih mengasyikkan jika saya sudah siapkan bekal. Bekal  yang tentunya untuk menjawab tantangan yang akan ditemukan dalam pertualangan nantinya. Latihan dasar yang rutin adalah bekal pertama untuk setiap actor dalam menyiapkan petualangannya. Tanpa latihan dasar  yang rutin nampaknya akan mustahil saya bisa menikmati petualangan. Namun latihan dasar bukanlah hal yang menjemukan karena saya bisa melakukan dimana saja dan kapan saja. Saya sering melakukannya di atas motor, di dalam kamar mandi, di ruang tunggu bahkan di pusat-pusat keramaian seperti terminal, mall dan stasiun.
Di atas motor saya bisa bergumam, berbisik, bernyanyi, menghafal naskah, mengingat-ingat kembali kesepakatan latihan atau melihat pengendara lain serta situasi jalanan yang saya lalui. Tempat favorit saya ketika mengendarai motor adalah di lampu merah karena saya dapat mempelajari tingkah berbagai macam manusia, ada yang terburu melihat jam tangan, ada yang kasmaran berboncengan dengan sang kekasih, ada bapak yang mengantarkan anaknya, ada penjual koran dan pengamen yang dengan setia menghampiri pengguna jalan dan masih banyak lagi.
Di kamar mandi saya bisa melihat srtuktur tubuh saya, memberi pengalaman gerak pada tubuh dengan bergerak semaunya, mengeksplorasi vocal dengan bernyanyi apapun, merasakan kesejukan air yang memberi kesegaran saat menyentuh tubuh saya. Saya juga bisa menuji-cobakan karakter yang akan diperankan dengan sangat leluasa.
Di pusat-pusat keramaian saya bisa melihat berbagai macam prototype manusia dari mulai cara berjalan, cara melihat, cara berkomunikasi, cara merasakan, cara berpikir dari berbagai usia. Di pusat-pusat keramaian ini juga saya bisa mempelajari manusia dari berbagai kelas social dari pakaian yang dikenakan, aksesoris dan benda-benda yang lagi ngetrend seperti HP, BlackBarry, Ipod dan masih banyak lagi. Sekali lagi semuanya ini menjadi bekal yang nantinya digunakan untuk menjawab tantangan dalam petualangan di proses pertunjukan.
Bekal kedua saya adalah latihan bersama. Saya merasa belum lengkap jika tidak mengukur kemapuan dengan orang lain karena seni peran yang saya geluti adalah seni kolektif. Tentunya latihan bersama dengan melibatkan orang lain sangat diperlukan. Dengan adanya orang lain kita dapat mengevaluasi kemampuan baik dari olah rasa, tubuh dan sukma. Berbagai metode pun sudah dapat kita jelajahi dari mulai Stanilavsky dengan inner act (acting dari dalam) sehingga actor mampu menjadi (to be) karater yang diperankan, Bertolt Brech dengan metode seni peran yang di kenal dengan istilah alienasi effect, kemudian Grotowsky dengan Holy Teater-nya, yang lebih mengandalkan pada kekuatan tubuh para aktornya dalam mengekspresikan karyanya disesuaikan dengan konsep teater miskinnya. Ada juga Boleslavsky dan istrinya dengan The Method yang dilanjutkan oleh Lee Strasberg dengan Actor Studio di Amerika. Augusto Boal dari Brazil juga mengembangkan metode seni peran yang lebih ditujukan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat atas hak-hak dasariahnya yang kerap dirampas oleh kekuasaan dan kekuatan penguasa. Selain itu di jepang pun muncul teori dan praktek seni peran yang dikenal sebagai Metoda Suzuki, dari seorang pekerja teater bernama Suzuki yaitu pendiri dan sutradara SCOT (Suzuki Company Of Toga).
Selain dari negara lain, di Indonesia juga memiliki beberapa metode yang bisa digunakan dalam latihan bersama. Seperti Persatuan Gerak Badan (PGB) Bangau Putih yang digunakan Alm. W.S Rendra dalam melatih tubuh para aktornya. Di Sumatera Barat ada silat minangkabau sebagai gerak dasar Teater Randai (teater tradisi Minangkabau).
Bekal yang ketiga akan saya siapkan adalah menonton pertunjukan. Saya beruntung sekali tinggal di negeri yang memiliki banyak ragam seni pertunjukan dan saya dapat menyaksikan keragaman seni pertunjukan tersebut. Dari mulai acara konser band-bandan, jathilan, pentas ketoprak, sendratari,  sampai sircus dan sulap. Bahkan sebagaian besar pertunjukan tersebut digelar dengan tanpa tanda masuk alias gratis. Selain dapat menghibur selera estetika saya, pertunjukan tersebut juga mampu menularkan spirit dan energi untuk memacu jiwa petualang saya untuk menjelajah lebih gila lagi.  Semakin sering menonton pertunjukan akan membuat saya lebih mudah membuat peta untuk penunjuk arah di dalam petualangan seni peran.
Petualangan awal saya yang harus dilalui adalah mengisolasi diri atau menyimpan diri saya. Tetapi sebelum menyimpan diri, saya harus mampu mencatat dan mengumpulkan semua yang ada dalam diri seperti: cara berjalan, cara menatap, cara berbicara, cara berpikir, cara merasakan dan sebagainya. Isolasi personal berguna untuk memulai mencari karakter tokoh dalam skenario. Karena setiap tokoh dalam skenario mempunyai personal yang berbeda dengan diri saya. Maka dalam menciptakan karakter tokoh sebisa mungkin tidak ada ciri personal saya dalam tokoh tersebut karena setiap tokoh punya hidup yang berbeda dengan saya dan orang lain.
         Petualangan selanjutnya adalah menciptakan acting dan bisnis acting dari karakter yang akan saya jelajahi.Untuk klasifikasi, acting biasanya adalah hasil dari efek gerakan pikiran atau perasaan yang besar. Sedangkan bisnis acting adalah efek dari gerakan emosi dan pikiran yang lebih kecil. Tapi harus diingat bahwa ini tidak mutlak! Karena bisnis akting bisa muncul juga dari efek emosi dan pikiran besar yang ditahan/ditekan kemunculan ekspresinya. Begitu juga sebaliknya, emosi kecil bisa terekspresikan dalam gerakan besar dalam kondisi tertentu yang membuat seseorang bisa mengekspresikannya dengan leluasa.
Emosi yang bertumpuk/tumpang tindih atau mengalami dua atau lebih emosi pada saat bersamaan, sangat memungkinkan terjadi acting dan bisnis acting. Biasanya dalam kondisi ini salah satu emosi yang lebih besar akan terekspresikan dengan gerakan atau bentuk tubuh yang besar dan masuk  dalam klasifikasi acting sedangkan emosi yang lebih kecil yang beroperasi diantara atau didalamnya akan terekspresikan dalam gerakan kecil yang diklasifikasikan sebagai bisnis acting.
Pada akhir dari petualangan tersebut saya pikir setiap orang pasti memiliki sensasi yang berbeda. Setelah selesai pertunjukan riuh tepuk tangan dan salam hangat dari teman keramat membuat saya bisa merasakan sangat ringan seolah-olah tidak menginjak bumi. Begitu nikmatnya sampai saya ingin mengentikan waktu pada moment tersebut. Namun waktu nampaknya tidak pernah berhenti dan saya akan terus menyiapkan perbekalan untuk memulai petualangan baru lagi. Kalau ada yang berminat silahkan mencoba petualangan mengasyikkan ini.
Ditulis oleh Moh Djunaedi (ucog) Lubis