Jumat, 10 Mei 2013

Petualangan yang mengasyikan di Seni Peran


Bagi saya seni peran adalah sebuah petualangan yang menantang. Setiap perjalanan diproses pertunjukan merupakan petualangan yang membuat saya ingin terus mencoba lagi dan lagi. Bagaimana saya bisa melompat dari masa kini ke masa ke masa lampau dan masa depan bahkan ke masa yang entah dimana. Seni peran juga menbuat saya mampu membelah diri menjadi manusia yang sangat berbeda dengan diri saya bahkan menjadi sesuatu yang entah apa namanya.
Sebuah petualangan akan lebih mengasyikkan jika saya sudah siapkan bekal. Bekal  yang tentunya untuk menjawab tantangan yang akan ditemukan dalam pertualangan nantinya. Latihan dasar yang rutin adalah bekal pertama untuk setiap actor dalam menyiapkan petualangannya. Tanpa latihan dasar  yang rutin nampaknya akan mustahil saya bisa menikmati petualangan. Namun latihan dasar bukanlah hal yang menjemukan karena saya bisa melakukan dimana saja dan kapan saja. Saya sering melakukannya di atas motor, di dalam kamar mandi, di ruang tunggu bahkan di pusat-pusat keramaian seperti terminal, mall dan stasiun.
Di atas motor saya bisa bergumam, berbisik, bernyanyi, menghafal naskah, mengingat-ingat kembali kesepakatan latihan atau melihat pengendara lain serta situasi jalanan yang saya lalui. Tempat favorit saya ketika mengendarai motor adalah di lampu merah karena saya dapat mempelajari tingkah berbagai macam manusia, ada yang terburu melihat jam tangan, ada yang kasmaran berboncengan dengan sang kekasih, ada bapak yang mengantarkan anaknya, ada penjual koran dan pengamen yang dengan setia menghampiri pengguna jalan dan masih banyak lagi.
Di kamar mandi saya bisa melihat srtuktur tubuh saya, memberi pengalaman gerak pada tubuh dengan bergerak semaunya, mengeksplorasi vocal dengan bernyanyi apapun, merasakan kesejukan air yang memberi kesegaran saat menyentuh tubuh saya. Saya juga bisa menuji-cobakan karakter yang akan diperankan dengan sangat leluasa.
Di pusat-pusat keramaian saya bisa melihat berbagai macam prototype manusia dari mulai cara berjalan, cara melihat, cara berkomunikasi, cara merasakan, cara berpikir dari berbagai usia. Di pusat-pusat keramaian ini juga saya bisa mempelajari manusia dari berbagai kelas social dari pakaian yang dikenakan, aksesoris dan benda-benda yang lagi ngetrend seperti HP, BlackBarry, Ipod dan masih banyak lagi. Sekali lagi semuanya ini menjadi bekal yang nantinya digunakan untuk menjawab tantangan dalam petualangan di proses pertunjukan.
Bekal kedua saya adalah latihan bersama. Saya merasa belum lengkap jika tidak mengukur kemapuan dengan orang lain karena seni peran yang saya geluti adalah seni kolektif. Tentunya latihan bersama dengan melibatkan orang lain sangat diperlukan. Dengan adanya orang lain kita dapat mengevaluasi kemampuan baik dari olah rasa, tubuh dan sukma. Berbagai metode pun sudah dapat kita jelajahi dari mulai Stanilavsky dengan inner act (acting dari dalam) sehingga actor mampu menjadi (to be) karater yang diperankan, Bertolt Brech dengan metode seni peran yang di kenal dengan istilah alienasi effect, kemudian Grotowsky dengan Holy Teater-nya, yang lebih mengandalkan pada kekuatan tubuh para aktornya dalam mengekspresikan karyanya disesuaikan dengan konsep teater miskinnya. Ada juga Boleslavsky dan istrinya dengan The Method yang dilanjutkan oleh Lee Strasberg dengan Actor Studio di Amerika. Augusto Boal dari Brazil juga mengembangkan metode seni peran yang lebih ditujukan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat atas hak-hak dasariahnya yang kerap dirampas oleh kekuasaan dan kekuatan penguasa. Selain itu di jepang pun muncul teori dan praktek seni peran yang dikenal sebagai Metoda Suzuki, dari seorang pekerja teater bernama Suzuki yaitu pendiri dan sutradara SCOT (Suzuki Company Of Toga).
Selain dari negara lain, di Indonesia juga memiliki beberapa metode yang bisa digunakan dalam latihan bersama. Seperti Persatuan Gerak Badan (PGB) Bangau Putih yang digunakan Alm. W.S Rendra dalam melatih tubuh para aktornya. Di Sumatera Barat ada silat minangkabau sebagai gerak dasar Teater Randai (teater tradisi Minangkabau).
Bekal yang ketiga akan saya siapkan adalah menonton pertunjukan. Saya beruntung sekali tinggal di negeri yang memiliki banyak ragam seni pertunjukan dan saya dapat menyaksikan keragaman seni pertunjukan tersebut. Dari mulai acara konser band-bandan, jathilan, pentas ketoprak, sendratari,  sampai sircus dan sulap. Bahkan sebagaian besar pertunjukan tersebut digelar dengan tanpa tanda masuk alias gratis. Selain dapat menghibur selera estetika saya, pertunjukan tersebut juga mampu menularkan spirit dan energi untuk memacu jiwa petualang saya untuk menjelajah lebih gila lagi.  Semakin sering menonton pertunjukan akan membuat saya lebih mudah membuat peta untuk penunjuk arah di dalam petualangan seni peran.
Petualangan awal saya yang harus dilalui adalah mengisolasi diri atau menyimpan diri saya. Tetapi sebelum menyimpan diri, saya harus mampu mencatat dan mengumpulkan semua yang ada dalam diri seperti: cara berjalan, cara menatap, cara berbicara, cara berpikir, cara merasakan dan sebagainya. Isolasi personal berguna untuk memulai mencari karakter tokoh dalam skenario. Karena setiap tokoh dalam skenario mempunyai personal yang berbeda dengan diri saya. Maka dalam menciptakan karakter tokoh sebisa mungkin tidak ada ciri personal saya dalam tokoh tersebut karena setiap tokoh punya hidup yang berbeda dengan saya dan orang lain.
         Petualangan selanjutnya adalah menciptakan acting dan bisnis acting dari karakter yang akan saya jelajahi.Untuk klasifikasi, acting biasanya adalah hasil dari efek gerakan pikiran atau perasaan yang besar. Sedangkan bisnis acting adalah efek dari gerakan emosi dan pikiran yang lebih kecil. Tapi harus diingat bahwa ini tidak mutlak! Karena bisnis akting bisa muncul juga dari efek emosi dan pikiran besar yang ditahan/ditekan kemunculan ekspresinya. Begitu juga sebaliknya, emosi kecil bisa terekspresikan dalam gerakan besar dalam kondisi tertentu yang membuat seseorang bisa mengekspresikannya dengan leluasa.
Emosi yang bertumpuk/tumpang tindih atau mengalami dua atau lebih emosi pada saat bersamaan, sangat memungkinkan terjadi acting dan bisnis acting. Biasanya dalam kondisi ini salah satu emosi yang lebih besar akan terekspresikan dengan gerakan atau bentuk tubuh yang besar dan masuk  dalam klasifikasi acting sedangkan emosi yang lebih kecil yang beroperasi diantara atau didalamnya akan terekspresikan dalam gerakan kecil yang diklasifikasikan sebagai bisnis acting.
Pada akhir dari petualangan tersebut saya pikir setiap orang pasti memiliki sensasi yang berbeda. Setelah selesai pertunjukan riuh tepuk tangan dan salam hangat dari teman keramat membuat saya bisa merasakan sangat ringan seolah-olah tidak menginjak bumi. Begitu nikmatnya sampai saya ingin mengentikan waktu pada moment tersebut. Namun waktu nampaknya tidak pernah berhenti dan saya akan terus menyiapkan perbekalan untuk memulai petualangan baru lagi. Kalau ada yang berminat silahkan mencoba petualangan mengasyikkan ini.
Ditulis oleh Moh Djunaedi (ucog) Lubis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar