Bagi
saya seni peran adalah sebuah petualangan yang menantang. Setiap perjalanan
diproses pertunjukan merupakan petualangan yang membuat saya ingin terus
mencoba lagi dan lagi. Bagaimana saya bisa melompat dari masa kini ke masa ke
masa lampau dan masa depan bahkan ke masa yang entah dimana. Seni peran juga
menbuat saya mampu membelah diri menjadi manusia yang sangat berbeda dengan
diri saya bahkan menjadi sesuatu yang entah apa namanya.
Sebuah
petualangan akan lebih mengasyikkan jika saya sudah siapkan bekal. Bekal yang tentunya untuk menjawab tantangan
yang akan ditemukan dalam pertualangan nantinya. Latihan dasar yang rutin
adalah bekal pertama untuk setiap actor dalam menyiapkan petualangannya. Tanpa
latihan dasar yang rutin nampaknya
akan mustahil saya bisa menikmati petualangan. Namun latihan dasar bukanlah hal
yang menjemukan karena saya bisa melakukan dimana saja dan kapan saja. Saya
sering melakukannya di atas motor, di dalam kamar mandi, di ruang tunggu bahkan
di pusat-pusat keramaian seperti terminal, mall dan stasiun.
Di
atas motor saya bisa bergumam, berbisik, bernyanyi, menghafal naskah,
mengingat-ingat kembali kesepakatan latihan atau melihat pengendara lain serta
situasi jalanan yang saya lalui. Tempat favorit saya ketika mengendarai motor
adalah di lampu merah karena saya dapat mempelajari tingkah berbagai macam
manusia, ada yang terburu melihat jam tangan, ada yang kasmaran berboncengan
dengan sang kekasih, ada bapak yang mengantarkan anaknya, ada penjual koran dan
pengamen yang dengan setia menghampiri pengguna jalan dan masih banyak lagi.
Di
kamar mandi saya bisa melihat srtuktur tubuh saya, memberi pengalaman gerak
pada tubuh dengan bergerak semaunya, mengeksplorasi vocal dengan bernyanyi
apapun, merasakan kesejukan air yang memberi kesegaran saat menyentuh tubuh
saya. Saya juga bisa menuji-cobakan karakter yang akan diperankan dengan sangat
leluasa.
Di
pusat-pusat keramaian saya bisa melihat berbagai macam prototype manusia dari
mulai cara berjalan, cara melihat, cara berkomunikasi, cara merasakan, cara
berpikir dari berbagai usia. Di pusat-pusat keramaian ini juga saya bisa
mempelajari manusia dari berbagai kelas social dari pakaian yang dikenakan,
aksesoris dan benda-benda yang lagi ngetrend seperti HP, BlackBarry, Ipod dan
masih banyak lagi. Sekali lagi semuanya ini menjadi bekal yang nantinya
digunakan untuk menjawab tantangan dalam petualangan di proses pertunjukan.
Bekal
kedua saya adalah latihan bersama. Saya merasa belum lengkap jika tidak mengukur
kemapuan dengan orang lain karena seni peran yang saya geluti adalah seni
kolektif. Tentunya latihan bersama dengan melibatkan orang lain sangat
diperlukan. Dengan adanya orang lain kita dapat mengevaluasi kemampuan baik
dari olah rasa, tubuh dan sukma. Berbagai metode pun sudah dapat kita jelajahi
dari mulai Stanilavsky dengan inner act (acting dari dalam) sehingga actor
mampu menjadi (to be) karater yang diperankan, Bertolt Brech dengan metode seni
peran yang di kenal dengan istilah alienasi effect, kemudian Grotowsky dengan
Holy Teater-nya, yang lebih mengandalkan pada kekuatan tubuh para aktornya
dalam mengekspresikan karyanya disesuaikan dengan konsep teater miskinnya. Ada
juga Boleslavsky dan istrinya dengan The Method yang dilanjutkan oleh Lee
Strasberg dengan Actor Studio di Amerika. Augusto Boal dari Brazil juga
mengembangkan metode seni peran yang lebih ditujukan untuk menumbuhkan
kesadaran masyarakat atas hak-hak dasariahnya yang kerap dirampas oleh
kekuasaan dan kekuatan penguasa. Selain itu di jepang pun muncul teori dan
praktek seni peran yang dikenal sebagai Metoda Suzuki, dari seorang pekerja
teater bernama Suzuki yaitu pendiri dan sutradara SCOT (Suzuki Company Of Toga).
Selain
dari negara lain, di Indonesia juga memiliki beberapa metode yang bisa
digunakan dalam latihan bersama. Seperti Persatuan Gerak Badan (PGB) Bangau
Putih yang digunakan Alm. W.S Rendra dalam melatih tubuh para aktornya. Di
Sumatera Barat ada silat minangkabau sebagai gerak dasar Teater Randai (teater
tradisi Minangkabau).
Bekal
yang ketiga akan saya siapkan adalah menonton pertunjukan. Saya beruntung
sekali tinggal di negeri yang memiliki banyak ragam seni pertunjukan dan saya
dapat menyaksikan keragaman seni pertunjukan tersebut. Dari mulai acara konser
band-bandan, jathilan, pentas ketoprak, sendratari, sampai sircus dan sulap. Bahkan sebagaian besar pertunjukan
tersebut digelar dengan tanpa tanda masuk alias gratis. Selain dapat menghibur
selera estetika saya, pertunjukan tersebut juga mampu menularkan spirit dan
energi untuk memacu jiwa petualang saya untuk menjelajah lebih gila lagi. Semakin sering menonton pertunjukan akan
membuat saya lebih mudah membuat peta untuk penunjuk arah di dalam petualangan
seni peran.
Petualangan awal
saya yang harus dilalui adalah mengisolasi diri atau menyimpan diri saya.
Tetapi sebelum menyimpan diri, saya harus mampu mencatat dan mengumpulkan semua
yang ada dalam diri seperti: cara berjalan, cara menatap, cara berbicara, cara
berpikir, cara merasakan dan sebagainya. Isolasi personal berguna untuk memulai
mencari karakter tokoh dalam skenario. Karena setiap tokoh dalam skenario
mempunyai personal yang berbeda dengan diri saya. Maka dalam menciptakan
karakter tokoh sebisa mungkin tidak ada ciri personal saya dalam tokoh tersebut
karena setiap tokoh punya hidup yang berbeda dengan saya dan orang lain.
Petualangan selanjutnya adalah
menciptakan acting dan bisnis acting dari karakter yang akan saya
jelajahi.Untuk klasifikasi, acting biasanya adalah hasil dari efek gerakan
pikiran atau perasaan yang besar. Sedangkan bisnis acting adalah efek dari
gerakan emosi dan pikiran yang lebih kecil. Tapi harus diingat bahwa ini tidak
mutlak! Karena bisnis akting bisa muncul juga dari efek emosi dan pikiran besar
yang ditahan/ditekan kemunculan ekspresinya. Begitu juga sebaliknya, emosi
kecil bisa terekspresikan dalam gerakan besar dalam kondisi tertentu yang
membuat seseorang bisa mengekspresikannya dengan leluasa.
Emosi yang bertumpuk/tumpang tindih atau
mengalami dua atau lebih emosi pada saat bersamaan, sangat memungkinkan terjadi
acting dan bisnis acting. Biasanya dalam kondisi ini salah satu emosi yang
lebih besar akan terekspresikan dengan gerakan atau bentuk tubuh yang besar dan
masuk dalam klasifikasi acting
sedangkan emosi yang lebih kecil yang beroperasi diantara atau didalamnya akan
terekspresikan dalam gerakan kecil yang diklasifikasikan sebagai bisnis acting.
Pada akhir dari petualangan tersebut saya pikir
setiap orang pasti memiliki sensasi yang berbeda. Setelah selesai pertunjukan
riuh tepuk tangan dan salam hangat dari teman keramat membuat saya bisa
merasakan sangat ringan seolah-olah tidak menginjak bumi. Begitu nikmatnya
sampai saya ingin mengentikan waktu pada moment tersebut. Namun waktu nampaknya
tidak pernah berhenti dan saya akan terus menyiapkan perbekalan untuk memulai
petualangan baru lagi. Kalau ada yang berminat silahkan mencoba petualangan
mengasyikkan ini.
Ditulis
oleh Moh Djunaedi (ucog) Lubis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar